Senin, 20 September 2010

Nabi Adam,Surga dan IPTEK

Tatkala Allah mengeluarkan Nabi Adam dan ibu Hawa dari surga, timbul pertanyaan yang perlu direnungkan: apakah Allah menurunkan mereka ke bumi sebagai hukuman karena melanggar laranganNya? Seandainya mereka tidak memakan buah khuldi apakah mereka tetap dikeluarkan dari surga, tidak diturunkan ke bumi?
Diturunkannya Nabi Adam dan istrinya ke bumi memang karena pelanggaran itu, namun mereka turun ke bumi tidak membawa dosa, karena Allah sudah menyambut taubat mereka (al baqarah 37). Semua nabi punya sifat maksum, terjaga dari maksiyat. Adapun pelanggaran yang dilakukan nabi Adam, tentu berbeda dengan maksiyat yang dilakukan selain nabi. Ada hikmah tasyri’ atau imtistal yang tersembunyi di balik itu semua. Dan diturunkannya Nabi Adam karena pelanggaran ini juga berdasarkan skenario Allah. Allah telah menyiapkan nabi adam dan anak cucunya sebagai kholifah di bumi (al Baqarah 30). Allah yang Maha bijaksana tak mungkin serta merta mengusir nabi Adam tanpa berbuat kesalahan. Kalau Nabi Adam tetap di surga, bagaimana beliau menjalankan tugas kekholifahannya di bumi?
Informasi ini memancing pertanyan selanjutnya, kalau Adam diciptakan untuk menghuni bumi lalu untuk apa Allah terlebih dahulu menempatkannya di surga? Pertanyaan ini sangat sulit dijawab karena menyangkut masalah metafisika. Sama sulitnya dengan menjawap pertanyaan untuk apa alam diciptakan. Yang dapat kita lakukan hanyalah sebatas jangkauan akal kita, mencari hikmah transitnya nabi Adam di surga. Secara sederhana dapat dikatakan hal ini agar beliau berdua mendapatkan pengalaman hidup di surga, sehingga ketika telah diturunkan ke dunia diharapkan dapat membangun bumi sebagaimana yang mereka lihat di surga. Dr Qurays Sihab dalam bukunya membumikan Al quran menyatakan bahwa melalui transit di surga diharapkan Adam dapat menciptakan bayang-bayang surga di bumi ini dan bayang-bayang itulah yang dipandang sebagai cita-cita social ajaran Islam. Dalam surat Thaaha 118-119 dijelaskan bahwa orang yang tinggal di surga tidak akan kelaparan, telanjang dan tidak kepanasan. Inilah simbolisasi dari sandang, pangan dan papan. Di surat lain Allah menggambarkan kehidupan di surga itu penuh kedamaian, keharmonisan dan tak ada dosa (56:66). Kehidupan di surga seperti inilah yang harus diwujudkan di dunia sebagai tugas kekholifahan: memakmurkan bumi.
Selanjutnya tatkala Allah menjadikan Adam sebagai kholifah di bumi, malaikat melancarkan protes: Qaaluu ataj’alu fiiha man yufsidu fiihaa wa yasfiku ad dimaa’ wa nahnu nusabbihu bihamdika wa nuqaddisu laka (Malaikat berkata: Apakah Engkau akan menciptakan di dunia orang yang akan membuat kerusaskan di sana dan mengalirkan darah, sedangkan kami senantiasa memuji dan mensucikan Engkau?) Allah menjawab: Qaala inni a’lamu maa laa ta’lamuuna(Allah berkata; Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.)
Yang tidak diketahui para malaikat itu adalah bahawa Adam mampu menyebut karakter/ rahasia nama-nama benda yang tidak mampu dilakukuan para malaikat. Kemampuan manusia untuk menyebut karakter benda-benda disekitarnya, menurut ahli tafsir sebagai simbolisasi dari anugrah Allah yang diberikan kepada manusia sebagai makhluk yang memilki kemampuan untuk mengenali lingkungan. Kemampuan berpikir inilah yang menyebabkan timbulnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Yang menarik dari jalan cerita yang dipaparkan alQuran tadi adalah protes malaikat yang disertai dengan ucapan “Sedangkan kami para malaikat ini selalu memuji dan mensucikan Engkau”. Menanggapi protes malaikat ini seakan-akan Allah mengatakan bahwa untuk menjadi kholifah di muka bumi ini tidak cukup hanya dengan bertasbih dan memujiKu, namun diperlukan kemampuan yang lebih dari itu: IPTEK. Jadi dapat dikatakan bahwa modal utama yang diberikan Allah kepada manusia adalah pengetahuan. Dan inilah yang dipertaruhkan Allah di hadapan malaikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar